WARNA-WARNI TRADISI MERAYAKAN HARI KEMERDEKAAN DI TANAH AIR

BANDUNG – Setiap tanggal 17 Agustus, seluruh rakyat Indonesia rame-rame ngerayain Hari Kemerdekaan. Tapi, tahu nggak sih kalau cara merayakannya di tiap daerah itu beda-beda dan unik banget? Nggak cuma soal upacara bendera atau lomba makan kerupuk doang, banyak banget tradisi dan kegiatan seru yang ngasih warna sendiri di hari spesial ini. Yuk, kita lihat gimana sih cara daerah-daerah di Indonesia rayain Hari Kemerdekaan yang ternyata seru banget!

1. Panjat Pinang dan Lomba Rakyat (Hampir di Seluruh Indonesia)

Siapa yang tidak kenal panjat pinang? Kalau kamu tinggal di kota kecil atau desa, pasti udah nggak asing sama panjat pinang, balap karung, atau tarik tambang. Ini udah kayak “menu wajib” 17-an. Suasananya rame banget, mulai dari anak kecil sampai orang tua semua ikut heboh. Yang penting bukan menangnya, tapi seru-seruan bareng tetangga.

2. Festival Budaya Papua

Di Papua, Hari Kemerdekaan dirayain dengan cara yang lebih tradisional. Mereka ngadain festival budaya, pakai baju adat, dan nari-nari khas sana. Serunya lagi, ini jadi ajang buat ngenalin budaya mereka ke masyarakat luas. Jadi, bukan cuma merdeka secara politik, tapi juga merdeka buat nunjukkin jati diri.

3. Pawai Obor di Aceh

Menjelang malam 17 Agustus, pemuda-pemuda di Aceh biasanya adain pawai obor. Jalan rame-rame sambil bawa obor dan nyanyi lagu nasional. Vibenya tuh kayak semangat perjuangan zaman dulu, tapi dibawa ke masa sekarang. Terus besok paginya, ada jalan sehat atau senam bareng.

4. Karnaval Merdeka di Jogja

Anak-anak Jogja nggak mau kalah nih! Mereka biasanya bikin karnaval keliling kampung atau kota, bawa hasil karya seni, pakai baju adat, sampai ada parade mobil hias segala. Jadi hiburan sekaligus pelestarian budaya juga. Estetik banget buat difoto!

5. Lomba Perahu di Pesisir Sulawesi dan Kalimantan

Kalau kamu main ke wilayah pesisir, kayak Sulawesi atau Kalimantan, pasti sering lihat lomba perahu. Perahunya dihias warna-warni, terus rame-rame lomba dayung. Selain seru, ini juga cara mereka ngasih semangat kemerdekaan versi anak laut.

6. Upacara di Tempat Nggak Biasa

Buat yang suka tantangan, banyak juga yang rayain kemerdekaan dengan upacara di tempat ekstrem. Ada yang di puncak gunung, di tebing, bahkan di bawah laut! Misalnya di Wakatobi atau Bunaken, komunitas penyelam rutin ngadain upacara bendera bawah laut. Keren kan?

Intinya, meskipun kita beda daerah dan budaya, semangat 17 Agustus selalu jadi momen yang nyatuin kita. Nggak harus mewah, yang penting maknanya dapet. Mau lewat lomba lucu-lucuan, festival adat, atau upacara ekstrem, semuanya tetap nunjukin rasa cinta kita ke Indonesia.

Selamat Hari Kemerdekaan, guys! Merdeka bukan cuma soal masa lalu, tapi gimana kita terus bikin Indonesia lebih keren ke depannya

Artikel ditulis oleh : Eva Mutiarani
Mahasiswi ITB Ahmad Dahlan Prodi S1 Manajemen

Masa Depan Santri: Mempersiapkan Generasi Unggul dengan Pondasi Agama Kuat

TASIKMALAYA, PONPES SHUFFAH AL JAMA’AH — Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang begitu pesat, peran lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren, menjadi semakin krusial. Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai garda terdepan dalam menjaga tradisi keilmuan Islam, tetapi juga sebagai kawah candradimuka yang mempersiapkan generasi unggul dengan pondasi agama yang kokoh untuk menghadapi tantangan masa depan.

Pertanyaan krusialnya, bagaimana pesantren dapat terus relevan dan memastikan santri-santrinya siap bersaing di kancah global tanpa kehilangan identitas keislaman mereka? Jawabannya terletak pada sinergi antara kurikulum yang adaptif, pembentukan karakter yang holistik, dan pemanfaatan teknologi secara bijak.

Mengembangkan Kecakapan Abad 21

Untuk menjadi generasi unggul, santri perlu dibekali dengan kecakapan abad ke-21 yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja dan kehidupan sosial. Ini meliputi:

1. Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah: Santri tidak hanya menghafal, tetapi juga diajak menganalisis, berdiskusi, dan mencari solusi atas berbagai persoalan, baik dalam konteks keagamaan maupun umum.

2. Kreativitas dan Inovasi: Mendorong santri untuk berpikir out-of-the-box, menciptakan ide-ide baru, dan mengembangkan potensi diri di berbagai bidang, mulai dari kewirausahaan hingga seni.

3. Komunikasi dan Kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dalam tim, menyampaikan gagasan dengan jelas, dan bernegosiasi adalah keterampilan esensial yang dapat diasah melalui berbagai kegiatan organisasi dan proyek kelompok di pesantren.

4. Literasi Digital: Membekali santri dengan pemahaman tentang teknologi informasi, keamanan siber, dan etika berinternet, sehingga mereka dapat memanfaatkan teknologi secara produktif dan bertanggung jawab.

Pondasi Agama sebagai Kompas Kehidupan

Inti dari pendidikan pesantren adalah penanaman nilai-nilai agama yang kuat. Ini bukan sekadar hafalan Al-Qur’an dan hadis, melainkan pemahaman mendalam tentang ajaran Islam yang melahirkan akhlak mulia, integritas, dan kearifan. Pondasi ini berfungsi sebagai kompas moral bagi santri.

Di era disrupsi informasi, kemampuan memilah kebenaran dari kebatilan, serta memegang teguh prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan, menjadi sangat penting. Santri yang dibekali dengan pemahaman agama yang kuat akan memiliki filter internal terhadap pengaruh negatif dan mampu menjadi agen perubahan positif di masyarakat.

Peran Asatidz dan Ekosistem Pesantren

Kualitas asatidz (guru dan pengajar) adalah kunci keberhasilan. Asatidz masa kini diharapkan tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memiliki pemahaman pedagogi modern, peka terhadap perkembangan zaman, dan mampu menjadi teladan bagi santri.

Selain itu, ekosistem pesantren juga harus mendukung:

1. Lingkungan Pembelajaran yang Dinamis: Tidak hanya di kelas, tetapi juga melalui diskusi halaqah, riset mandiri, dan proyek-proyek inovatif.

2. Jaringan Alumni: Alumni yang sukses di berbagai bidang dapat menjadi inspirasi dan mentor bagi santri yang masih belajar, sekaligus membuka jejaring untuk masa depan mereka.

3. Kemitraan dengan Dunia Luar: Kolaborasi dengan perguruan tinggi, industri, atau organisasi sosial dapat memberikan pengalaman praktis dan memperluas wawasan santri.

Menyongsong Masa Depan dengan Optimisme

Mempersiapkan santri untuk masa depan bukanlah tugas yang mudah, namun sangat mungkin dilakukan. Dengan kombinasi pendidikan agama yang mendalam, pengembangan keterampilan relevan, dukungan ekosistem yang kondusif, dan bimbingan asatidz yang kompeten, pesantren dapat terus mencetak generasi santri unggul yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara spiritual, siap menghadapi tantangan zaman, dan berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa dan umat.

Santri masa depan adalah agen perubahan yang membawa nilai-nilai keislaman sebagai solusi bagi problematika dunia. Mereka adalah harapan bangsa yang akan mewarnai peradaban dengan cahaya ilmu dan akhlak mulia.

Membangun Rasa Sayang dan Penerimaan Diri di Pesantren : Perspektif Islam tentang Self-Acceptance


Setiap santri di pesantren adalah anugerah dari Allah Swt. yang unik dan berharga. Di tengah tuntutan hafalan, pengkajian kitab kuning, dan disiplin yang ketat, seringkali aspek kesejahteraan batin dan penerimaan diri terabaikan. Padahal, rasa sayang dan penerimaan diri (self-acceptance) adalah fondasi utama bagi tumbuh kembang santri yang sehat secara psikologis, spiritual, dan sosial [1]. Artikel ini akan mengulas konsep self-acceptance dalam kacamata Islam dan bagaimana pesantren dapat menjadi ruang yang kondusif untuk menumbuhkan kualitas mulia ini pada setiap santri.

Self-Acceptance dalam Tinjauan Psikologi dan Relevansinya bagi Santri

Secara psikologis, self-acceptance adalah kemampuan individu untuk menerima semua aspek dirinya, baik kelebihan maupun kekurangan, tanpa syarat atau penilaian negatif yang berlebihan [2]. Ini bukan berarti tidak ada keinginan untuk memperbaiki diri, melainkan sebuah penerimaan yang tulus terhadap realitas diri saat ini. Bagi santri, pentingnya self-acceptance sangatlah besar:

Mengurangi Stres dan Kecemasan: Tuntutan akademik dan sosial di pesantren, seperti target hafalan atau perbandingan dengan teman, bisa memicu stres. Penerimaan diri membantu santri untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri dan mengurangi kecemasan akan ketidaksempurnaan.

Meningkatkan Percaya Diri: Santri yang menerima dirinya cenderung lebih percaya diri untuk berinteraksi, mengungkapkan pendapat, dan berpartisipasi dalam kegiatan pesantren tanpa rasa takut dihakimi [3].

Membangun Hubungan Sosial yang Sehat: Penerimaan diri yang positif memungkinkan santri untuk menjalin hubungan yang otentik dengan sesama, karena mereka tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain.

Fondasi Self-Acceptance dalam Ajaran Islam

Islam, sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, sangat menganjurkan umatnya untuk mengenal, mencintai, dan menerima diri sebagai ciptaan terbaik Allah Swt. Beberapa konsep kunci dalam Islam yang mendukung self-acceptance meliputi:

Manusia sebagai Makhluk Terbaik (Ahsanut Taqwin): Allah Swt. berfirman dalam Surah At-Tin ayat 4: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin: 4). Ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan sempurna, baik fisik maupun mental. Kesadaran akan kemuliaan ciptaan ini dapat menumbuhkan rasa syukur dan penerimaan terhadap diri apa adanya, karena setiap individu adalah manifestasi dari kesempurnaan ciptaan-Nya [4].

Konsep Tawakkal dan Qana’ah: Tawakkal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha maksimal. Ini mengajarkan santri untuk menerima hasil dari usaha mereka dengan hati lapang, terlepas dari sempurna atau tidaknya. Sedangkan qana’ah adalah merasa cukup dan puas dengan apa yang ada [5]. Kedua sifat ini membantu santri menerima diri mereka, termasuk keterbatasan atau kelebihan yang ada, tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan.

Kasih Sayang dan Pengampunan Allah (Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Ghaffar): Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kesadaran bahwa Allah senantiasa memberikan rahmat dan ampunan, bahkan atas dosa-dosa yang telah diperbuat, dapat menumbuhkan harapan dan penerimaan diri bahwa setiap kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan bukan akhir dari segalanya [6]. Ini mendorong santri untuk bertaubat, memperbaiki diri, dan tidak terlarut dalam rasa bersalah yang merusak penerimaan diri.

Ujian dan Cobaan sebagai Proses Pendewasaan: Hidup ini adalah ujian, dan setiap santri akan menghadapi tantangan, baik dalam pelajaran, pergaulan, maupun kehidupan pribadi. Dalam Islam, ujian dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan derajat dan membersihkan dosa [7]. Dengan memahami ini, santri dapat menerima kegagalan atau kesulitan sebagai bagian dari proses pendewasaan, bukan sebagai bukti ketidakmampuan diri.

    Peran Pesantren dalam Menumbuhkan Self-Acceptance pada Santri

    Pesantren memiliki posisi yang unik dan strategis untuk menanamkan self-acceptance pada santri melalui pendekatan yang komprehensif:

    Lingkungan yang Mendukung dan Tidak Menghakimi:

    1. Kearifan Kyai dan Ustadz/Ustadzah: Para pengasuh dan pengajar harus menjadi teladan dalam menunjukkan kasih sayang, empati, dan sikap tidak menghakimi. Mereka perlu menciptakan iklim di mana santri merasa aman untuk mengungkapkan kesulitan atau kelemahan tanpa takut dicemooh [8].

    2. Program Bimbingan dan Konseling: Pesantren perlu memiliki sistem bimbingan dan konseling yang aktif, di mana santri dapat berbicara tentang masalah pribadi, kecemasan, atau kesulitan akademik dengan konselor yang terlatih dan memahami konteks pesantren. Konselor dapat membantu santri melihat potensi diri dan menerima keunikan mereka.

    Pembelajaran yang Berpusat pada Perkembangan Holistik:

    1. Penekanan pada Proses, Bukan Hanya Hasil: Selain menekankan pencapaian akademik (hafalan, nilai), pesantren perlu menyoroti proses belajar, usaha, dan peningkatan diri setiap santri. Penghargaan atas usaha dapat memupuk motivasi internal dan penerimaan diri, terlepas dari seberapa cepat mereka mencapai target [9].

    2. Integrasi Pendidikan Karakter Islami: Pembelajaran nilai-nilai seperti syukur, sabar, jujur, ikhlas, dan rendah hati secara konsisten akan membentuk karakter santri yang kuat dan menerima diri dengan lapang dada.

    Aktivitas Sosial dan Keagamaan yang Inklusif:

    1. Pembiasaan Diskusi dan Musyawarah: Memberikan ruang bagi santri untuk berpendapat dan menghargai perbedaan pandangan dalam diskusi (misalnya, halaqah atau forum musyawarah) dapat meningkatkan rasa percaya diri dan penerimaan terhadap keragaman.

    2. Kegiatan Ekstrakurikuler yang Beragam: Menyediakan pilihan kegiatan yang bervariasi (seni kaligrafi, tilawah, olahraga, pidato, dll.) memungkinkan santri untuk menemukan minat dan bakat mereka, sehingga mereka merasa dihargai atas keunikan yang dimiliki.

    3. Penanaman Nilai Ukhuwah Islamiyah: Menguatkan rasa persaudaraan sesama muslim dapat menciptakan lingkungan yang saling mendukung, di mana santri merasa menjadi bagian dari komunitas dan tidak sendiri dalam menghadapi tantangan [10].

    Literasi Kesehatan Mental dalam Perspektif Islami:

    1. Mengintegrasikan Ajaran Islam dengan Kesehatan Mental: Mengadakan sesi-sesi kajian atau halaqah yang membahas kesehatan mental dari perspektif Islam, seperti bagaimana Islam mengajarkan pengelolaan emosi, kesabaran, dan self-compassion (kasih sayang pada diri sendiri). Ini dapat membantu menghilangkan stigma negatif terhadap masalah kesehatan mental.

    2. Mendorong Refleksi Diri (Muhasabah): Mengajarkan dan membiasakan santri untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri) secara rutin, namun dengan tujuan untuk perbaikan diri, bukan untuk menghakimi atau mencela diri secara berlebihan.

      Kesimpulan

      Self-acceptance adalah anugerah ilahi yang perlu ditumbuhkan dan dipupuk dalam diri setiap santri. Dengan mengakar pada nilai-nilai luhur Islam dan didukung oleh lingkungan pesantren yang penuh kasih sayang, inklusif, dan suportif, setiap santri dapat belajar untuk menerima diri mereka seutuhnya. Ini akan menjadi fondasi kokoh bagi mereka untuk menghadapi tantangan hidup, berkembang menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan beriman, serta mampu memberikan kontribusi terbaik bagi umat dan bangsa.

      Referensi:

      [1] Hidayati, F. (2014). Penerimaan Diri dan Kesejahteraan Subjektif Mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Airlangga. (Akses melalui Google Scholar untuk artikel serupa yang mengaitkan penerimaan diri dengan kesejahteraan).

      [2] Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist, 55(1), 68–78. (Konsep self-acceptance sebagai bagian dari well-being).

      [3] Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self-esteem. W. H. Freeman. (Studi klasik tentang hubungan self-esteem dan penerimaan diri).

      [4] Al-Qur’an Surah At-Tin: 4.

      [5] Al-Ghazali. (n.d.). Ihya Ulumuddin. (Konsep tawakkal dan qana’ah dalam literatur klasik Islam).

      [6] Al-Qur’an (berbagai ayat tentang Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Ghaffar).

      [7] HR. Muslim (hadis tentang ujian sebagai penghapus dosa dan peningkat derajat).

      [8] Suryadi. (2020). Peran Kyai dan Ustadz dalam Pembentukan Karakter Santri. Jurnal Pendidikan Islam. (Cari di Google Scholar untuk studi yang lebih spesifik mengenai peran pengasuh di pesantren).

      [9] Dweck, C. S. (2006). Mindset: The new psychology of success. Random House. (Konsep growth mindset yang relevan dengan fokus pada proses daripada hasil).

      [10] Al-Qur’an Surah Al-Hujurat: 10 (tentang persaudaraan Islam).

      Renungan bingkai Al Jama’ah dalam Urgensi Pendidikan Berbasis Masyarakat Islam

      YOGYAKARTA, PONPES SHUFFAH AL JAMA’AH TASIKMALAYA — Tarbiyah adalah proses pembinaan yang bertujuan membentuk pribadi Muslim yang sempurna (insan kāmil) dalam aspek iman, akhlak, ilmu, dan amal. Dalam Islam, Rasulullah Muhammad ﷺ adalah teladan utama (uswah ḥasanah) dalam melaksanakan tarbiyah yang mencetak generasi terbaik: para sahabat radhiyallāhu ‘anhum. Kali ini membahas metode dan ruh tarbiyah Rasulullah ﷺ dalam perspektif Al-Jama’ah, yaitu pemahaman Islam yang lurus, menyeluruh, dan berjamaah.

      Makna Tarbiyah dalam Islam
      Secara bahasa, tarbiyah berasal dari kata rabā–yurbī yang berarti menumbuhkan, memelihara, dan menyempurnakan. Dalam konteks Islam, tarbiyah bukan sekadar transfer ilmu, tapi proses mendidik jiwa, membentuk karakter, dan menanamkan nilai-nilai ilahiyah secara bertahap dan berkesinambungan.

      Dalam QS. Al-Jumu‘ah: 2, Allah berfirman:

      Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari kalangan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah…” (QS. Al-Jumu‘ah: 2)

      Ayat ini menunjukkan 4 pilar pendidikan Islam: tilāwah (pembacaan wahyu), tazkiyah (pensucian jiwa), ta‘lim (pengajaran ilmu), dan taḥkīm (pemahaman hikmah). Inilah dasar tarbiyah ala Rasulullah ﷺ.

      Metode Tarbiyah Rasulullah ﷺ

      1. Teladan Pribadi (Uswah Hasanah)
      Rasulullah ﷺ adalah guru kehidupan. Beliau mendidik bukan hanya dengan lisan, tapi juga dengan perilaku. Beliau hidup bersama sahabat, makan bersama mereka, berperang bersama mereka, dan menangis bersama mereka. Inilah madrasah hidup yang paling efektif.

      2. Tadarruj (Bertahap/Proses)
      Rasulullah ﷺ membina para sahabat secara bertahap. Di Makkah, fokus pada tauhid dan kesabaran. Di Madinah, beliau memperluas pendidikan menuju syari’ah dan muamalah. Tidak ada pemaksaan instan, tapi proses yang menyentuh hati dan kesadaran.

      3. Suhbah (Kebersamaan)
      Kebersamaan Rasul dengan para sahabat menumbuhkan cinta, kepercayaan, dan loyalitas. Melalui suhbah, tarbiyah menjadi hidup, bukan sekadar teori.

      4. Muraqabah dan Muhasabah
      Beliau membiasakan para sahabat untuk introspeksi diri dan merasa selalu diawasi Allah. Pendidikan hati ini melahirkan para mujahid dan pemimpin yang ikhlas.

      5. Penguatan Ukhuwah dan Jama’ah
      Rasulullah ﷺ tidak hanya membina individu, tapi juga membentuk masyarakat Islami yang saling terikat dalam ukhuwah. Konsep Jama’ah menjadi bagian Integral dari tarbiyah Islam.

      Perspektif Al-Jama’ah dalam Tarbiyah

      Dalam pemikiran harakah Islamiyah dan manhaj tarbiyah Al-Jama’ah, pendidikan Islam bukan sekadar mengisi akal dengan ilmu, tetapi:

      1. Membentuk Syakhsiyah Islamiyah (Kepribadian Islam)
      Melalui proses pembinaan iman, amal, dan akhlak, tarbiyah mencetak individu yang tunduk total kepada Allah dalam seluruh aspek hidup.

      2. Mengikat dengan Jama’ah dan Amal Jama’i
      Tarbiyah tidak berjalan sendiri, tapi dalam bingkai jama’ah. Pendidikan dalam Al-Jama’ah bertujuan menumbuhkan kesadaran kolektif untuk membangun masyarakat Islam.

      3. Menuju Tujuan Besar Umat (Iqāmatud Dīn)
      Tarbiyah bukan hanya membina untuk diri pribadi, tapi untuk tegaknya agama Allah di muka bumi. Maka, orientasi tarbiyah adalah haraki dan perubahan sosial, bukan hanya kesalehan individual.

      Contoh Implementasi Tarbiyah Ala Rasul dalam Al-Jama’ah
      Halaqah (Lingkaran Tarbiyah) – Mirip dengan halaqah-halaqah Rasulullah ﷺ di Dar al-Arqam.

      Mentoring Personal (Muraqabah) – Seperti Rasul yang memantau perkembangan ruhiyah dan ilmiyah sahabat-sahabat utama.

      Taklif Amaliyah – Penugasan dalam dakwah, jihad, pelayanan umat sebagai bentuk pendidikan melalui pengalaman (learning by doing).

      Mabit, Rihlah Tarbawiyah, dan Mukhayyam – Metode untuk membangun spiritualitas, ukhuwah, dan kesiapan dakwah, sebagaimana Rasulullah mendidik sahabat dalam safar dan jihad. Wallahu Alam Bishowab.

       

      Red: Dr. (CAND) Hasan Yusuf, M.Pd.

      Membangun SDM Unggul di Ponpes Shuffah Al-Jama’ah Tasikmalaya dengan 5 Karakter Utama

      Pondok Pesantren Shuffah Al-Jama’ah Tasikmalaya dikenal sebagai lembaga pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai keislaman dan pembentukan karakter. Dalam era modern ini, keberhasilan sebuah lembaga tidak hanya diukur dari kualitas ilmu yang disampaikan, melainkan juga dari pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki integritas dan komitmen tinggi. Untuk itu, pesantren ini menerapkan 5 karakter utama yang wajib dimiliki oleh setiap insan yang terlibat di dalamnya. Karakter tersebut adalah: Etikabilitas, Intelektualitas, Elektabilitas, Integritas, dan Loyalitas.

      Etikabilitas merupakan fondasi awal yang mendasari setiap tindakan. Bagi SDM di Pondok Pesantren Shuffah Al-Jama’ah, ini berarti menjaga etika dalam berkomunikasi, berinteraksi, serta menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan kesopanan. Dengan memiliki etikabilitas yang tinggi, setiap individu diharapkan mampu menjadi teladan dalam bersikap santun dan menghormati sesama rekan kerja, santri, serta masyarakat sekitar. Etikabilitas ini menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan profesional, sejalan dengan nilai-nilai Islami yang dipegang teguh oleh pesantren.

      Pesantren Shuffah Al-Jama’ah senantiasa mendorong seluruh SDM-nya untuk terus meningkatkan kemampuan intelektual sebagai modal utama dalam menghadapi tantangan zaman. Intelektualitas disini mencakup pola pikir yang kritis dan analitis, kecerdasan dalam menyelesaikan masalah, serta pemahaman yang baik terhadap tugas dan tanggung jawab yang diemban.

      Melalui program pelatihan dan pengembangan kompetensi, SDM didorong untuk terus belajar dan berinovasi agar mampu menghadapi dinamika dunia pendidikan yang terus berkembang. Dengan pola pikir yang terbuka serta pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama, para pendidik dan pengurus pesantren dapat menghasilkan inovasi-inovasi yang relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat.

      Elektabilitas dalam konteks ini bukan sekadar popularitas, tetapi lebih kepada kemampuan SDM untuk menunjukkan jati diri yang kuat dalam mengemban amanah dan tanggung jawab. Setiap individu di Pondok Pesantren Shuffah Al-Jama’ah didorong untuk memiliki komitmen yang tinggi dan sikap profesional dalam menjalankan peran masing-masing. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat dan santri terhadap lembaga ini semakin terjaga, dan pesantren dapat berperan secara optimal dalam mencetak generasi yang berintegritas.

      Integritas menjadi nilai kunci yang mengikat seluruh karakter unggul dalam SDM pesantren. Kejujuran, transparansi, dan konsistensi dalam setiap tindakan adalah landasan yang harus dimiliki oleh para pendidik, pengurus, serta seluruh elemen pesantren. Dengan integritas yang tinggi, pesantren tidak hanya mampu menjaga reputasi baik, tetapi juga menciptakan lingkungan yang jujur & terpercaya, sehingga terbangun kredibilitas pesantren di mata masyarakat.

      Nilai loyalitas mengajarkan setiap individu untuk selalu setia dan patuh terhadap aturan yang sudah ditetapkan, baik dalam lingkup internal pesantren maupun terhadap nilai-nilai keislaman yang menjadi pedoman hidup. Loyalitas ini menjadi salah satu modal penting dalam menjaga kesatuan dan kekompakan, sehingga seluruh elemen di Pesantren Shuffah Al-Jama’ah dapat bekerja sama dalam mewujudkan visi misi pesantren untuk mencetak generasi Qurani yang beradab, beriman, dan mampu mengamalkan ilmunya.

      Selaras dengan lima karakter SDM unggul tersebut, Pesantren Shuffah Al-Jama’ah juga mengedepankan tetralogi pesantren sebagai Landasan Pembentukan Generasi Qurani bagi santri. Tetralogi yang dimaksud berbunyi “Beradab, Beriman, Beramal, Membentuk Generasi Qurani.”

      Dengan mengimplementasikan karakter Etikabilitas, Intelektualitas, Elektabilitas, Integritas, dan Loyalitas dalam keseharian kerja, diharapkan seluruh SDM mampu menjadi teladan dalam bekerja dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan. Sehingga, mereka tidak hanya berkontribusi dalam kemajuan pesantren, tetapi juga berkontribusi dalam mewujudkan visi pesantren untuk mewujudkan generasi qurani dan menjadi agen perubahan positif bagi masyarakat.

      Mari bersama membangun SDM berkarakter yang beradab, beriman, beramal, dan berjiwa Qurani untuk kemajuan pesantren dan umat!


      Artikel ditulis oleh : Eva Mutiarani

      Dengan Concept Standard Operating Procedure Management (SOPM) by :
      Mudirus Shuffah Ust. Hasan Yusuf, S.Pd.,M.Pd

      M Azmi Fahreza Raih Juara 1 Silat Tanding Putra pada ajang Kejuaraan Unper Open IV Tingkat Nasional

      Alhamdulillah telah diraih Nominasi Juara pada ajang Kejuaraan Unper Open IV Tingkat Nasional pada Tanggal 07 – 09 Februari 2025 yang di adakan di GOR Siliwangi oleh :

      Ananda M Azmi Fahreza sebagai delegasi dari Ponpes Shuffah Al Jama’ah Tasikmalaya.
      .
      Semoga dengan prestasi yang diraih tersebut menjadikan motivasi untuk mencapai cita-cita dan menjadi motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

      Santri Shuffah Al-Jama’ah Raih Juara di Kejuaraan Karate Al-kautsar Open se-Priangan Timur BKC

      Alhamdulillah sejumlah santri Shuffah Al-Jama’ah raih Kejuaraan Karate Al-kautsar Open se-Priangan Timur BKC.

      Beberapa santri yang meraih kejuaraan tersebut diantaranya;
      1. Fani Febriani; Juara 1 festival kata junior Putri.
      2. Tsana Zaharani Putri; Juara 2 festival kata junior Putri.
      3. Haura Fatma An-Naziha; Juara 1 festival kata pemula Putri.
      4. Muhammad Fadhil Ramadhan; Juara 2 festival kata perorangan pemula.
      5. Muhammad Yusuf Firdaus; Juara 1 kumite pemula -50kg.
      6. Muhammad Ghozi Al Eshan; Juara 1 festival kumite pemula putra -40kg.

      Rahasia Self Love dalam Islam oleh Maulida Mawar, santri Ponpes Shuffah Al Jama’ah | Pesantren Terbaik Tasikmalaya

      Mencintai diri sendiri atau self-love sering kali menjadi topik yang banyak dibahas dalam kehidupan modern. Namun, dalam Islam, konsep mencintai diri sendiri sejatinya sudah diajarkan sejak dahulu. Islam mengajarkan umatnya untuk menghargai, merawat, dan menerima diri sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. 

      Imam Al-Ghazali menyebutkan tingkatan cinta yang paling penting adalah dengan mencintai diri sendiri. Mengapa demikian? Karena mencintai diri sendiri berarti menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri sendiri serta menerima segala yang telah Allah berikan kepada kita.

      Ada banyak langkah untuk mencintai diri sendiri, berikut kita akan bahas beberapa langkah mencintai diri sendiri yang sesuai dengan ajaran Islam:

      1. Mulai dengan Mengenal Diri Sendiri

      Imam Al-Ghazali pernah berkata, “Barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa mengenal diri bukan hanya upaya untuk memahami siapa kita, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

      Cobalah untuk menuliskan apa saja kelebihanmu, seperti bakat, keterampilan, atau sifat baik, kemudian identifikasi kekurangan yang ada untuk di evaluasi & perbaiki, tuliskan apa saja ujian yang berhasil kamu lalui & hikmah dibaliknya. Dengan cara ini kita dapat lebih mengerti dan mensyukuri apa-apa yang telah Allah anugerahkan.

      2. Menerima Kekurangan Diri

      Setiap manusia diciptakan Allah SWT dengan keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang seseorang merasa kurang puas dengan dirinya sendiri, baik karena faktor fisik, kemampuan, atau keadaan tertentu. Namun, Islam mengajarkan bahwa menerima kekurangan diri adalah bagian dari ibadah hati yang mendekatkan kita kepada Allah SWT. 

      Mencintai diri sendiri berarti menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kita serta mensyukuri apa yang telah Allah berikan. Sebagaimana firman Allah dalam Surah At-Tin ayat 4:

      لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ

      “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” 

      Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap manusia adalah ciptaan terbaik Allah. Kekurangan yang kita lihat dalam diri sendiri seringkali hanyalah perspektif subjektif. Dalam pandangan Allah, kita telah diberikan tubuh, akal, dan ruh yang sempurna untuk menjalankan misi hidup di dunia.

      Dengan menerima kekurangan diri, hal ini bukan hanya bentuk penghargaan terhadap diri sendiri tetapi juga wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya. Menyadari hikmah dibalik kekurangan serta berhenti membandingkan diri dengan orang lain akan membuat perasaan syukur kita semakin bertambah.

      3. Bermuhasabah atau Evaluasi Diri

      Mengenal diri juga membutuhkan muhasabah atau evaluasi diri. Muhasabah berarti menilai diri sendiri, baik dari segi perbuatan, niat, maupun pencapaian dalam menjalankan perintah Allah. Melalui muhasabah, seorang Muslim dapat memahami kekurangan, kelebihan, serta potensi yang Allah berikan untuk memaksimalkan ibadah dan amal kebaikan. Selain itu, kita juga bisa menyadari apa yang harus diperbaiki dan apa yang harus dipertahankan.

      4. Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain

      Membandingkan diri dengan orang lain hanya akan menimbulkan rasa iri dan kurang percaya diri. Dalam Islam, setiap orang memiliki rezeki, ujian, dan perjalanan hidup yang berbeda.

      Fokuslah pada diri sendiri dan jadilah versi terbaik dari dirimu sesuai kemampuan yang Allah berikan. Jangan mengharapkan tepuk tangan orang lain, cukup apresiasi setiap kebaikan kecil yang telah kamu lakukan setiap harinya. 

      5. Memperbanyak Amal Baik

      Dengan memperbanyak berbuat baik memunculkan nilai positif pada diri sendiri. Memperbanyak amal baik tentunya salah satu mencintai diri sendiri agar terbiasa berbuat kebaikan. Banyak berbuat baik, banyak pula balasan baik yang akan kita dapatkan. Karena kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula, sedangkan kejahatan akan dibalas dengan kejahatan pula. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Isra Ayat 7 :

      …إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا

      Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri..”

      Amal baik bukan hanya hal-hal yang besar, bisa kita mulai dari hal-hal yang kecil, seperti berbicara dengan sopan pada orang lain dan hal kecil lainnya.

      Tentunya ada banyak cara untuk mencintai diri sendiri. Dengan mencintai diri, kita tidak hanya menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga lebih dekat kepada Allah. Jadikan cinta kepada diri sendiri sebagai langkah awal untuk mencintai Allah SWT dan makhluk-Nya. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk terus mencintai diri dengan cara yang diridhai Allah. Aamiin.

      Author : Maulida Mawar Taslimah
      Cover & Layout : Eva Mutiarani

      Pesantren Shuffah Al-Jamaah Tasikmalaya Jalin Kerja Sama dengan UIN Syarif Hidayatullah

      Pondok Pesantren Shuffah Al Jamaah Tasikmalaya telah menjalin kolaborasi strategis dengan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Nota Kesepakatan (MoA). Acara berlangsung pada Jumat (10/1) di Jakarta.

      Hadir dalam penandatanganan tersebut, Ustad Hasan Yusuf, S.Pd., M.Pd. selaku pimpinan Pondok Pesantren Shuffah Al Jamaah Tasikmalaya dan diterima oleh Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Dr. Ade Abdul Hak, S.Ag., S.S., M.Hum., CIQnR beserta jajarannya.

      Kerja sama ini difokuskan pada upaya memberikan peluang kepada para santri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Dalam sambutannya, Ustad Hasan Yusuf menyampaikan bahwa langkah ini merupakan komitmen pesantren untuk mempersiapkan santri dengan masa depan yang lebih cerah. “Mengantarkan santri ke pendidikan yang lebih tinggi adalah tanggung jawab kami, agar mereka memiliki kesempatan yang lebih baik,” ujar Ustad Hasan.

      Dekan Fakultas Adab dan Humaniora menyatakan apresiasinya atas kolaborasi ini, menekankan pentingnya sinergi antara pesantren dan perguruan tinggi dalam mencetak generasi yang unggul. “Kerja sama ini menjadi langkah bersama untuk memadukan nilai-nilai Islami dengan keunggulan akademik,” tuturnya.

      Baca Juga: Rancang Baterai Kendaraan Listrik, Tim Peneliti UIN Ar-Raniry Raih Dana Hibah 5 Miliar

      Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan program studi tour ke kampus, yang merupakan bagian dari Program Beasiswa Santri Baznas 2024. Para santri diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat lingkungan akademik dan fasilitas kampus. Selain itu, momen ini juga dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi antara santri dengan para dosen Fakultas Adab dan Humaniora.

      Kolaborasi ini diharapkan mampu memberikan dampak positif yang signifikan, tidak hanya bagi para santri, tetapi juga untuk memperkuat hubungan antara pesantren dan perguruan tinggi dalam menghasilkan generasi Islami yang berkompeten di tingkat nasional maupun internasional.

      Sumber : MINA News

      Campus Tour Beasantri BAZNAS 2025 Kunjungi Kampus Unggulan Jakarta – Bandung

      Ponpes Shuffah Al-Jama’ah sukses menggelar kegiatan Campus Tour Program Beasiswa Santri BAZNAS 2024-2025 selama 2 hari 2 malam (09-11/01/25). Kegiatan ini diikuti oleh para santri kelas XII penerima beasiswa, dengan tujuan memberikan wawasan, pengalaman serta memotivasi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

      Dalam Campus Tour kali ini, para santri mengunjungi sejumlah kampus unggulan yang berada di Jakarta-Bandung. Diantara kampus yang dikunjungi yaitu :
      1. STAI Al-Fatah (Cileungsi, Bogor)
      2. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
      3. UPI Bandung
      4. ITB Bandung
      5. UIN Sunan Gunung Djati Bandung
      6. Universitas Padjajaran
       
      Selama Campus Tour di STAI Al-Fatah, santri menerima sambutan hangat dari Pembina & Penasehat Jaringan Pesantren Al Fatah Se-Indonesia, KH. Yakhsallah Mansur MA. Para santri diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat lingkungan akademik dan fasilitas kampus. Selain itu, momen ini juga dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi antara santri dengan para dosen Fakultas Adab dan Humaniora di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

      “Terimakasih banyak kepada Beasiswa Santri BAZNAS yang telah memberikan kami kesempatan untuk dapat merasakan bagaimana proses menuju perkuliahan. Dengan mengunjungi beberapa kampus unggulan, membuat kami lebih bersemangat lagi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi,” ungkap Aina salah satu santri Shuffah Penerima Beasiswa BAZNAS.

      Ini memberikan experience yang sangat luar biasa bagi para santri. Dengan memasuki dunia perkuliahan, akan ada banyak pintu yang terbuka untuk meraih kesuksesan dan berkontribusi dalam memajukan Indonesia.

      Gallery Foto

      Copyright © 2025 · Shuffah Al Jama’ah · All Right Reserved